Perkenalkan nama Saya Dhea Ratna Puspita. Umur saya 17 Tahun saya sedang
duduk dibangku kuliah semester 2. Berhubung tanggal 27 Mei 2016 adalah ulang
tahun yang ke-18 Saya cukup sedih, kenapa? karena saya tidak bisa lagi bangga menyebutkan bahwa saya punya usia
termuda dikelas. Ya, saya masuk SD usia 5 tahun dan kalian tahu bahwa saya TK umur 4 tahun. Saya
juga heran kenapa saya umur 4 tahun udah mau sekolah, itu harusnya momen dimana
saya main tanah dan bikin kue dari tanah dan dijemur diterik matahari kemudian
pura-pura dijual ke teman, atau sekedar main boneka.
Tapi menurut ibu saya, kala itu saya semangat sekali untuk belajar
sampai-sampai tembok rumah semuanya coretan dari saya. Ada yang belajar nulis
huruf A,B,C,D yang udah salah miring-miring, bikin angka 1, 2, 3, 4, 5, yang
angka duanya terlalu besar lekukan untuk menulis angka 2. sampai membuat boneka
dengan nyanyian
“lingkaran kecil, lingkaran kecil lingkaran besar, mama, papah, naik perahu, enam, enam, tiga puluh
enam, enam, enam, dikasih sudut crot.” akhirya
jadilah boneka santet haha…
Akhirnya saya yang masih polos, lugu itu didaftarkan ke sekolah
TK. Dan kalian bisa bayangkan, anak umur 4 tahun zaman dulu yang masih jarang
sekali ada yang sekolah TK masuk kelas. Dan hari itu Ibu guru datang dan
berkata “anak-anak hari ini menggambar gunung dan mewarnai yaaa..!” dan semua
menjawab “eeaaa buuu guluuuuuu…”
Akhirnya saya menggambar gunung, yang ada dipikiran saya saat itu
adalah gunung berbentuk segitiga, jadi saya menggambar segitiga yang besar
sebesar ukuran buku gambar penuh. Karena dulu saya suka warna pink jadi saya
mewarnai gunung tersebut menjadi warna pink dan itu mendapat nilai 80 dari
guru.
Dan sampai saat ini saya heran, malu dan merasa konyol sendiri
ketika mengingat kejadian tersebut. Kenapa saya menggambar gunung berwarna
pink?
Karena dimana mana gunung itu warna hijau dan kalaupun kebakaran
pasti merah warnanya karena ada apinya, lalu ini kenapa gunung warna pink dan
nilainya bagus?
Saya berpikir keras setelah saya menyadari hal konyol saat kecil.
Akhirnya saya masuk SD, SMP, dan SMA. Dan banyak yang saya pelajari
bahwa masuk sekolah terlalu muda itu ada plus minus nya. Plusnya adalah orang
lain akan mengira bahwa saya jenius karena menyelesaikan sekolah saat usia
masih muda. Namun minusnya, mereka tidak tahu disisi lain saya tersiksa degan
pelajaran yang agak sulit dipahami, belum lagi dengan perilaku saya. Saat SD
kelas 1 dan 2, saya sering menangis minta pulang. Padahal rumah saya depan SD
tempat saya sekolah. Ya begitulah, akhirnya saya SMP, SMA mungkin karena
lingkungan yang membawa saya jadi saya berperilaku hampir sama dengan seusia
diatas saya, dan saya merasa itu lebih baik. Jadi ingat pepatah bilang bahwa “dewasa
atau tidaknya seseorang itu tidak diukur dari usia tapi dari perilakunya.”
Setelah saya melewati tahun demi tahun dan tibalah saat beranjak
dewasa saya tau bahwa pola hidup orang biasa itu Bayi---Balita---anak-anak---remaja---dewasa.
Tapi saya sadari setelah saya mengamati teman disekeliling adik
kelas atau kakak kelas bahwa pola hidup orang Indonesia itu adalah
Bayi---Balita---anak-anak---remaja---Alaay---Galau----baru dewasa.
Ngaku saja! kalau kalian pernah saat masa remaja mengalami fase
menulis bahasa sleng baik itu disms dengan kata-kata alay misalnya Qamoe
= kamu , 4ku = aku, gug = engga, celalu = selalu, eeaa= iya. Contoh kalimat “Qamoe
udh m4kAn Lumz?” artinya kamu sudah makan belum? Lalu dijawab “ud4h doNk”
artinya udah dong.
Dan kalian saat itu paham bahasa planet apa yang sedang dipakai dan
semua orang seusia kamu saat itu memakai bahasa yang sama. Soalnya saya juga
gitu hehehe…
Dan Galau. Galau itu biasa dirasakan cewe saat sang pacar tak
memberi kabar seharian, mau SMS duluan tapi gengsi. Ditunggu dan ditunggu
seelah SMS datang malah si cewe cuek. Padahal itu sama saja menyiksa diri kan?
Nah galau ini biasa dirasakan akibat pacaran yaitu saat mereka
berantem atas hal sepele karena jarang SMS. Percakapan dimulai…
Si cowo “Kamu kenapa?”.
“Gapapa” jawab si cewe.
Si cowo “Yaudah kalau gapapa.”
Si cewe “Ko cuma yaudah?”
Si cowo “Ya terus? Harus jawab apa”
Cewe menjawab “ Dasar gapeka!!”
Akhirnya si cewe galau… lalu cerita ketemennya, nyebar ke semua
cewe disetiap kelas. Dan yang tadinya curhat rahasia menjadi Hot topik kalau “sepasang
kekasih telah berantem karena cowonya yang gapeka” kan itu sangat mengganggu..
Akhirnya setelah beberapa bulan mengulangi hal yang sama akhirnya
mereka bubaaarrr..
Si cowo “ Kayaknya kita gabisa nerusin hubungan ini?”
“Kenapa?” jawab cewe
Si cowo pun kembali berkata “Karena kamu terlalu baik untuk kamu. Aku
yang selalu buat kamu marah, dan kesel. Kita temenan aja gapapa kan?”
“Iya udah kalau itu mau kamu.” Jawab si cewe. Padahal cewe itu
bales sambil bercucuran air mata sampe seember, kasur basah. Tiap hari si cewe galau dan
update status segala sesuatu yang nyindir cowo itu. Kadang tentang flashback,
kadang nyemangatin diri buat move on. Tapi ga move on move on haha..
Tapi benar adanya kalau galau itu proses pendewasaan. Kenapa? Karena
berkat galau kata-kata puitis muncul, motivasi juga sering muncul walaupun itu
nyesek sebenernya tapi so’ kuat. Iyakaaan? NGAKU!!!
Saya berkata demikian karena saya mngalaminya. Dan setelah
menyadari itu saya langsung ilfil sama diri saya sendiri. Mengapa hal itu saya
lakukan? Mengapaaaa??
Saya hanya merenung dibawah rembulan setelah saya melewai tahun
demi tahun yang dilewati…
Sekarang saya akan berusia 18 tahun. Saya berharap saya semakin
dewasa dan yang terpenting tidak memikirkan lagi tentang galau asmara, tidak
alay. Karena Berpikir dewasa adalah ketika seseorang memandang hidup bukan
hanya soal asmara. Yuk berpikir lebih baik untuk masa depan yang lebih baik pula.
Komentar
Posting Komentar